Tindak Tutur
J.L. Austin dan
J.R. Searly
oleh Diana
Mayasari_12706251068
Pengantar
Ada seorang ibu yang berkata pada anaknya, “Penuh sekali rumahnya.... .” kalimat
tersebut bisa memiliki maksud kalau rumah dalam keadaan tidak teratur penuh
dengan barang yang berceran dimana-mana, atau bisa juga berarti menyatakan
perintah kepada anaknya untuk merapikan barang-barang yang berantakan, atau
menyatakan bahwa rumah sedang banyak penghuninya. Dalam hal ini pengetahuan
tentang tindak tutur penting untuk mengungkap maksud dari tuturan ibu tersebut.
Sosiolinguistik mengulas bagian tersebut dalam kajian tindak
tutur.
Beberapa
tokoh terkemuka terkait teori tindak tutur, seperti J.L. Austin, J.R. dan Searle, G.N. Leech. Ulasan ini akan membahas teori tindak
tutur dari Austin dan Searle.
Sekilas tentang Tindak Tutur
Tindak tutur merupakan bagin kecil
dari peristiwa tutur guna mencapai tujuan tuturan. Tindak tutur merupakan dasar
bagi analisis topik-topik pragmatik lain seperti teori kesantunan berbahasa (politness
theory) dan teori praanggapan.
Peristiwa tutur dan tindak tutur merupakan dua gejala yang terdapat dalam satu proses,
yakni proses komunikasi.
Austin (1962) menyebutkan bahwa pada
dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu.
Pernyataan tersebut kemudian mendasari lahirnya teori tindak tutur. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa tindak tutur merupakan suatu ujaran yang mengandung tindakan sebagai
suatu kesatuan fungsional dalam komunikasi dengan
mempertimbangkan aspek situasi tutur dan berada dalam peristiwa tutur (Chaer dan Agustina, 2010: 50).
Tindak Tutur Versi
Austin
Teori tindak tutur muncul sebagai
reaksi terhadap ‘descriptive fallacy’,
yaitu pandangan bahwa kalimat deklaratif selalu digunakan untuk mendeskripsikan
faka atau ‘state of affairs', yang
harus dilakukan secara benar atau secara salah. Padahal, menurut Austin, banyak
kalimat deklaratif yang tidak mendeskripsikan, melaporkan, atau menyatakan
apapun, sehingga tidak bisa dinyatakan benar-salahnya. Ujaran dari kalimat
tersebut adalah (bagian dari) kegiatan/tindakan. Misalnya, kalimat “Saya resmikan masjid… .” yang diucapkan oleh ketua takmir
masjid di sebuah acara peresmian merupakan “the doing of some action”, dalam hal ini, merupakan tindakan ketua takmir
masjid dalam meresmikan bangunan masjid yang telah dibangun bukan sekedar perkataan belaka atau “saying something” (Malmkjer, 2006: 560).
Sumbangan terbesar Austin
dalam teori tindak tutur adalah pembedaan tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi..
Austin (1962), mengemukakan mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu dan bahasa atau
tutur dapat dipakai untuk membuat kejadin karena kebanyakn ujaran merupakan
tindak tutur yang mempunyai daya-daya. Daya-daya tersebut terangkum dalam tiga tindakan secara bersamaan, yaitu (a) tindak
lokusi (locutionary acts), tindak
ilokusi (illocutionary acts) dan
tindak perlokusi (perlocutionary acts). Daya lokusi suatu ujaran
adalah makna dasar dan rerefensi oleh ujaran itu, daya ilokusi adalah daya yang
ditimbulkan oleh penggunaanya sebagai perintah, ejekan, keluhan, janji, pujian
dan sebagainya. Jadi daya ilokusi merupakan fungsi tindak tutur yang inheren
dalam tutur. Sedangkan daya perlokusi adalah efek ujaran terhadap pendengarnya,
baik nyata maupun yangdiharapkan. Hal yang disebutkan terakhir ini, menurut Austin, berkaitan dengan fungsi
bahasa sebagai pemengaruh pikiran dan perasaan manusia. Kendati demikian,
ketiga tindak tutur tersebut merupakan satu kesatuan yang koheren di dalam
keseluruhan proses tindak pengungkapan bahasa sehingga seharusnya mencerminkan
prinsip adanya satu kata dan tindakan atau perbuatan (Sumarsono dan Partana, 2004:
323). Berikutpenjelasan lebih rinci mengenai lokusi,
ilokusi, dan perlokusi (Malmkjer, 2006)
1. Tindak lokusi, melakukan tindakan untuk mengatakan sesuatu. Tindakan
lokusi mengandung makna literal. Contoh ‘Saya kedinginan, seseorang mengartikan ‘Saya’
sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan ‘kedinginan ‘mengacu pada ‘kondisi tubuh yang dingian dan perlu kehangatan’, tanpa bermaksud untuk
meminta kehangatan. Dengan
kata lain, tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu
dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna yang sesungguhnya. Dalam tindak
lokusi, Austin membagi tiga subjenis, yaitu:
a. Tindak
fonik (phonic), yaitu dikeluarkannya bunyi atau phones
b. Tindak
fatik (phatic) yaitu adanya phemes, bunyi-bunyi tersebut memiliki
kosakata dan mengikuti aturan tata bahasa tertentu (phemes).
c. Tindak
retik (rhetic), yaitu adanya makna dan referensi (rhemes)
Semua
tindak tersebut dilakukan pada saat melakukan tindak lokusi. Malmkjer (2006) menyatakan bahwa setiap
penutur melakukan tindak lokusi, dia juga melakukan tindak ilokusi, misalnya
menyatakan, memerintah, memuji dan sebagainya.
2. Tindak ilokusi, melakukan suatu tindakan dengan
mengatakan sesuatu. Pada tindak tutur ilokusi, penutur menyatakan sesuatu
dengan menggunakan suatu daya yang khas, yang membuat si penutur bertindak
sesuai dengan apa yang dituturkanya. Tindakan ini mengandung makna yang
berhubungan dengan fungsi sosial. Contoh “ saya kedinginan.” Kalimat bila
dituturkanpada ruang ber AC maka selain
memberitahu kondisi tubuh yang dingin juga berisi tindakan agar AC nya suhunya
diturunkan. Dengan adanya tuturan tersebut mitra tuturakan menjawab “ sebentar
AC nya akan saya kecilkan.
Austin membagi tindak ilokusi kedalam lima
subjenis sebagai berikut.
a.
verdiktif
(verdictives), tindak tutur yang
ditandai oleh adanya keputusan yang bertalian dengan benar-salah.
b.
Eksersitif
(exercitives), tindak tutur yang
merupakan akibat adanya kekuasaan, hak, atau pengaruh
c.
Komisif
(commissives), tindak tutur yang
ditandai oleh adanya perjanjian atau perbuatan yang menyebabkan si penutur
melakukan sesuatu.
d.
Behavitif
(behavitives), tindak tutur yang
mencerminkan kepedulian sosial atau rasa simpati
e.
Ekspositif
(expositives), tindak tutur yang
digunakan dalam menyederhanakan pengertian atau definisi, misalnya “bail out” itu ibarat seseorang
yang utang-nya kepada seseorang dibayari oleh orang lain yang tidak
dikenalrnya.”
3.
Tindak perlokusi (Perlocutionary act), melakukan
suatu tindakan dengan mengatakan sesuatu. Tindak perlokusi menghasilkan efek atau hasil. yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu
pada pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.
Tanggapan tersebut tidak hanya berbentuk kata-kata, tetapi juga berbentuk
tindakan atau perbuatan. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau
tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya.
Tindak Tutur Versi Searle
Jhon R Searle (1983) dalam bukunya Speech
Acts: An Essay in The Philosophy of language mengungkapkan bahwa dalam
praktik penggunaan bahasa terdapat tiga macam tindak tutur (Rahardi, 2005: 35-36) sebagai berikut.
1.
Tindak lokusioner
adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang
dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu.Kalimat ini dapat disebut sebagai the
act of saying something.Dalam lokusioner tidak dipermasalahkan maksud dan
fungsi tuturan yang disampaikan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan oleh
penutur. Jadi, tuturan “kakiku pincang” misalnya,
semata-mata hanya dimaksudkan memberitahukan si mitra tutur bahwa pada saat
dimunculkannya tuturan itu kaki penutur sedang
dalam keadaan pincang (Rahardi, 2005:35-36). Malmkjer
(2005)mengemukakan
bahwa Austin membagi tiga tindak tutur sedangkan Searle membaginya menjadi empat tindak tutur. Tindak lokusioner
khususnya Austin membaginya menjadi tiga, sedangkan Searle membaginya menjadi
dua sebagai
berikut.
a.
Tindak ujar (utterance act), yaitu mengujarkan kata
(morfem kalimat). Tindak tutur ini mencakup dua tindak tutur lokusi dari
Austin.
b.
Tindak preposisi
(prepositional act), yaitu merujuk
dan memprediksi. Tindak ini merupakan tindak lokusi ketiga pada Austin. Tindak
tutur jenis inilah yang kemudian akan diekspresikan melalui tindak ilokusi dan
perlokusi.
2.
Tindak
Ilokusioner
Tindak ilokusioner adalah tindak
melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula.Tindak tutur ini dapat
dikatakan sebagai the act of doing something. Tuturan “kakiku pincang”
diucapkan penutur bukan semata-mata
dimaksudkan untuk memberitahukan mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya
tuturan tersebut, kakinya sedang dalam keadaan pincang,
namun lebih dari itu bahwa penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan
tertentu berkaitan dengan pincang pada kaki penutur,
misalnya mitra tutur mencarikan tukang urut atau mencarikan minyak urut.
3.
Tindak Perlokusi.
Tindakan perlokusi adalah
tindak menumbuh pengaruh (effect) kepada mitra tutur.Tindak tutur ini
disebut dengan the act of affecting someone. Tuturan “kakiku pincang”,
misalnya dapat digunakan untuk
menumbuhkan pengaruh (effect) rasa kasihan kepada mitra tutur. Rasa kasihan itu muncul, karena si penutur itu baru saja kehilangan motornya
sebagai sarana mencari nafkah sehingga ia tidak bisa menjadi tukang ojek lagi.
Searle menggolongkan tindak tutur ilokusi itu ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing
memiliki fungsi komunikatif (Rahardi, 2005: 36).
Kelima macam bentuk tuturan yang menunjukkan fungsi itu dapat dirangkum sebagai
berikut.
1.
Asertif (Assertives),
Asertif
merupakanbentuk tuturan yang mengikat
penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan (stating),
menyarankan (suggesting), membual (boasting),
mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming).
2.
Direktif (Directives),
Direktif
merupaka bentuk tuturan yang dimaksudkan
penuturannya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan tindakan,
misalnya, memesan (orderin), memerintah (commanding), memohon (requesting),
menasehati (advising), dan merekomendasi (recommending).
3.
Ekspresif (Expressives)
Ekspresif
merupakan bentuk tuturan yang berfungsi
untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu
keadaan, misalnya berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating),
meminta maaf (pardoning), menyalahkan (blambing), memuji (praising),
berbelasungkawa (condoling).
4.
Komisif (Commissives),
Komisif
merupakan bentuk tuturan yang berfungsi
untuk menyatakan janji atau penawaran, misalnya berjanji (promising),
bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering)
5.
Deklarasi (Declarations),
Deklarasi
merupakan bentuk tuturan yang
menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya berpasrah (resigning),
memecat (dismissing), menbaptis (chistening), memberi nama (naming),
mengangkat (appointing), mengucilkan (excommicating), dan
menghukum (sentencing).
Table berikut merangkum subjenis tindak ilokusi
diatas.
Teori tindak tutur
Austin merupakan teori tindak tutur yang berdasarkan pembicara, dimana fokus
perhatiannya adalah pada bagaimana penutur mewujudkan maksud (intention) dalam berbicara, sebaliknya
Searle melihat tindak tutur berdasarkan pendengar, yaitu bagaimana pendengar
merespons ujaran tersebut, yaitu bagaimana ia mengira-ngira tujuan penggunaan
penutur menggunakan ujaran tertentu (Wardhaugh,
2006). Jadi, Searle berusaha melihat bagaimana nilai ilokusi itu ditangkap dan
dipahami pendengar.
Penutup
1.
Berdasarkan
ulasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa tindak pertama kali di kenalkan oleh Austin
(1911-1960) dalam bukunya yang berjudul How to Do Things with Words (1965).
Lebih jauh Austin mengemukakan
saat bertutur orang tidak hanya bertutur namun juga melakukan suatu tindakan. Ada
tiga jenis tindakan yang dapat dilakukan melalui tuturan, yaitu (1) tindak
lokusi (locutionary act), yakni tuturan yang menyatakan sesuatu, yang
terdiri dari phonic act, phatic act dan
rhetic acts; (2) tindak ilokusi (illocutionary act), yakni tuturan
yang menyatakan sekaligus melakukan suatu tindakan yang terdiri dari verdictives, excersiviies, commissives,
behavitives, dan expositives; dan
(3) tindak perlokusi (perlocutionary act), adalah tuturan yang mempunyai
daya pengaruh terhadap petutur untuk melakukan sesuatu. Murid Austin, Searle
(1965) mengkaji tindak tutur
dan mengklasifikasikan tindak tutur menjadi
utterance act dan prepositional act (sebagai
lokusi), tindak ilokusi yang terbagi menjadi menjadi lima kelompok, yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi dan tindak perlokusi.
Daftar
Pustaka
Chaer, Abdul dan
Agustina, Leonie. (2010).
Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta: Rineka Cipta.
Malmkjer, K.
(2006). The Linguistics Encyclopedia.
London: Routledge
Rahardi, Kunjana. (2005). Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Sumarsono dan Paina Partana. (2004). Sosiolinguistik.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Wardhaugh, Ronald. (2006). An
Intrduction To Sociolinguistics. Oxford: Blackwell Publishing.
tindak tutur itu masuk wilayah pragmatik mbak, bukan sosiolinguistik...
BalasHapusSalam