Jumat, 03 Mei 2013

Tindak Tutur



Tindak Tutur
J.L. Austin dan J.R. Searly
oleh Diana Mayasari_12706251068
Pengantar
Ada seorang ibu yang berkata pada anaknya, “Penuh sekali rumahnya.... .” kalimat tersebut bisa memiliki maksud kalau rumah dalam keadaan tidak teratur penuh dengan barang yang berceran dimana-mana, atau bisa juga berarti menyatakan perintah kepada anaknya untuk merapikan barang-barang yang berantakan, atau menyatakan bahwa rumah sedang banyak penghuninya. Dalam hal ini pengetahuan tentang tindak tutur penting untuk mengungkap maksud dari tuturan ibu tersebut. Sosiolinguistik mengulas bagian tersebut dalam kajian tindak tutur. Beberapa tokoh terkemuka terkait teori tindak tutur, seperti J.L. Austin, J.R. dan Searle, G.N. Leech. Ulasan ini akan membahas teori tindak tutur dari Austin dan Searle.
Sekilas tentang Tindak Tutur
Tindak tutur merupakan bagin kecil dari peristiwa tutur guna mencapai tujuan tuturan. Tindak tutur merupakan dasar bagi analisis topik-topik pragmatik lain seperti teori kesantunan berbahasa (politness theory) dan teori praanggapan. Peristiwa tutur dan tindak tutur merupakan dua gejala yang terdapat dalam satu proses, yakni proses komunikasi. Austin (1962) menyebutkan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. Pernyataan tersebut kemudian mendasari lahirnya teori tindak tutur. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur merupakan suatu ujaran yang mengandung tindakan sebagai suatu kesatuan fungsional dalam komunikasi dengan mempertimbangkan aspek situasi tutur dan berada dalam peristiwa tutur (Chaer dan Agustina, 2010: 50).
Tindak Tutur Versi Austin
Teori tindak tutur muncul sebagai reaksi terhadap ‘descriptive fallacy’, yaitu pandangan bahwa kalimat deklaratif selalu digunakan untuk mendeskripsikan faka atau ‘state of affairs', yang harus dilakukan secara benar atau secara salah. Padahal, menurut Austin, banyak kalimat deklaratif yang tidak mendeskripsikan, melaporkan, atau menyatakan apapun, sehingga tidak bisa dinyatakan benar-salahnya. Ujaran dari kalimat tersebut adalah (bagian dari) kegiatan/tindakan. Misalnya, kalimat “Saya resmikan masjid… .” yang diucapkan oleh ketua takmir masjid di sebuah acara peresmian merupakan “the doing of some action”, dalam hal ini, merupakan tindakan ketua takmir masjid dalam meresmikan bangunan masjid yang telah dibangun bukan sekedar perkataan belaka atau “saying something” (Malmkjer, 2006: 560).
Sumbangan terbesar Austin dalam teori tindak tutur adalah pembedaan tindak lokusi, ilokusi dan perlokusi.. Austin (1962), mengemukakan mengucapkan sesuatu adalah melakukan sesuatu dan bahasa atau tutur dapat dipakai untuk membuat kejadin karena kebanyakn ujaran merupakan tindak tutur yang mempunyai daya-daya. Daya-daya tersebut terangkum dalam tiga tindakan secara bersamaan, yaitu (a) tindak lokusi (locutionary acts), tindak ilokusi (illocutionary acts) dan tindak perlokusi (perlocutionary acts). Daya lokusi suatu ujaran adalah makna dasar dan rerefensi oleh ujaran itu, daya ilokusi adalah daya yang ditimbulkan oleh penggunaanya sebagai perintah, ejekan, keluhan, janji, pujian dan sebagainya. Jadi daya ilokusi merupakan fungsi tindak tutur yang inheren dalam tutur. Sedangkan daya perlokusi adalah efek ujaran terhadap pendengarnya, baik nyata maupun yangdiharapkan. Hal yang disebutkan terakhir ini, menurut Austin, berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai pemengaruh pikiran dan perasaan manusia. Kendati demikian, ketiga tindak tutur tersebut merupakan satu kesatuan yang koheren di dalam keseluruhan proses tindak pengungkapan bahasa sehingga seharusnya mencerminkan prinsip adanya satu kata dan tindakan atau perbuatan (Sumarsono dan Partana, 2004: 323). Berikutpenjelasan lebih rinci mengenai lokusi, ilokusi, dan perlokusi (Malmkjer, 2006)
1.      Tindak lokusi, melakukan tindakan untuk mengatakan sesuatu. Tindakan lokusi mengandung makna literal. Contoh ‘Saya kedinginan, seseorang mengartikan ‘Saya’ sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan ‘kedinginan ‘mengacu pada ‘kondisi tubuh yang dingian dan perlu kehangatan’, tanpa bermaksud untuk meminta kehangatan. Dengan kata lain, tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna yang sesungguhnya. Dalam tindak lokusi, Austin membagi tiga subjenis, yaitu:
a.       Tindak fonik (phonic), yaitu dikeluarkannya bunyi atau phones
b.      Tindak fatik (phatic) yaitu adanya phemes, bunyi-bunyi tersebut memiliki kosakata dan mengikuti aturan tata bahasa tertentu (phemes).
c.       Tindak retik (rhetic), yaitu adanya makna dan referensi (rhemes)
Semua tindak tersebut dilakukan pada saat melakukan tindak lokusi. Malmkjer (2006) menyatakan bahwa setiap penutur melakukan tindak lokusi, dia juga melakukan tindak ilokusi, misalnya menyatakan, memerintah, memuji dan sebagainya.
2.      Tindak ilokusi, melakukan suatu tindakan dengan mengatakan sesuatu. Pada tindak tutur ilokusi, penutur menyatakan sesuatu dengan menggunakan suatu daya yang khas, yang membuat si penutur bertindak sesuai dengan apa yang dituturkanya. Tindakan ini mengandung makna yang berhubungan dengan fungsi sosial. Contoh “ saya kedinginan.” Kalimat bila dituturkanpada ruang ber AC maka  selain memberitahu kondisi tubuh yang dingin juga berisi tindakan agar AC nya suhunya diturunkan. Dengan adanya tuturan tersebut mitra tuturakan menjawab “ sebentar AC nya akan saya kecilkan.
Austin membagi tindak ilokusi kedalam lima subjenis sebagai berikut.
a.         verdiktif (verdictives), tindak tutur yang ditandai oleh adanya keputusan yang bertalian dengan benar-salah.
b.        Eksersitif (exercitives), tindak tutur yang merupakan akibat adanya kekuasaan, hak, atau pengaruh
c.         Komisif (commissives), tindak tutur yang ditandai oleh adanya perjanjian atau perbuatan yang menyebabkan si penutur melakukan sesuatu.
d.        Behavitif (behavitives), tindak tutur yang mencerminkan kepedulian sosial atau rasa simpati
e.         Ekspositif (expositives), tindak tutur yang digunakan dalam menyederhanakan pengertian atau definisi, misalnya “bail out” itu ibarat seseorang yang utang-nya kepada seseorang dibayari oleh orang lain yang tidak dikenalrnya.”
3.      Tindak perlokusi (Perlocutionary act), melakukan suatu tindakan dengan mengatakan sesuatu. Tindak perlokusi menghasilkan efek atau hasil. yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu. Tanggapan tersebut tidak hanya berbentuk kata-kata, tetapi juga berbentuk tindakan atau perbuatan. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya.
Tindak Tutur Versi Searle
Jhon R Searle (1983) dalam bukunya Speech Acts: An Essay in The Philosophy of language mengungkapkan bahwa dalam praktik penggunaan bahasa terdapat tiga macam tindak tutur (Rahardi, 2005: 35-36) sebagai berikut.
1.      Tindak lokusioner adalah tindak bertutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu.Kalimat ini dapat disebut sebagai the act of saying something.Dalam lokusioner tidak dipermasalahkan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan maksud dan fungsi tuturan yang disampaikan oleh penutur. Jadi, tuturan “kakiku pincangmisalnya, semata-mata hanya dimaksudkan memberitahukan si mitra tutur bahwa pada saat dimunculkannya tuturan itu kaki penutur sedang dalam keadaan pincang (Rahardi, 2005:35-36). Malmkjer (2005)mengemukakan bahwa Austin membagi tiga tindak tutur sedangkan Searle membaginya menjadi empat tindak tutur. Tindak lokusioner khususnya Austin membaginya menjadi tiga, sedangkan Searle membaginya menjadi dua sebagai berikut.
a.       Tindak ujar (utterance act), yaitu mengujarkan kata (morfem kalimat). Tindak tutur ini mencakup dua tindak tutur lokusi dari Austin.
b.      Tindak preposisi (prepositional act), yaitu merujuk dan memprediksi. Tindak ini merupakan tindak lokusi ketiga pada Austin. Tindak tutur jenis inilah yang kemudian akan diekspresikan melalui tindak ilokusi dan perlokusi.
2.      Tindak Ilokusioner
Tindak ilokusioner adalah tindak melakukan sesuatu dengan maksud dan fungsi tertentu pula.Tindak tutur ini dapat dikatakan sebagai the act of doing something. Tuturan “kakiku pincangdiucapkan penutur bukan semata-mata dimaksudkan untuk memberitahukan mitra tutur bahwa pada saat dituturkannya tuturan tersebut, kakinya sedang dalam keadaan pincang, namun lebih dari itu bahwa penutur menginginkan mitra tutur melakukan tindakan tertentu berkaitan dengan pincang pada kaki penutur, misalnya mitra tutur mencarikan tukang urut atau mencarikan minyak urut.
3.      Tindak Perlokusi.
Tindakan perlokusi adalah tindak menumbuh pengaruh (effect) kepada mitra tutur.Tindak tutur ini disebut dengan the act of affecting someone. Tuturan “kakiku pincang”, misalnya dapat digunakan untuk menumbuhkan pengaruh (effect) rasa kasihan kepada mitra tutur. Rasa kasihan itu muncul, karena si penutur itu baru saja kehilangan motornya sebagai sarana mencari nafkah sehingga ia tidak bisa menjadi tukang ojek lagi.
Searle menggolongkan tindak tutur ilokusi itu ke dalam lima macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif (Rahardi, 2005: 36). Kelima macam bentuk tuturan yang menunjukkan fungsi itu dapat dirangkum sebagai berikut.
1.      Asertif (Assertives),
Asertif merupakanbentuk tuturan yang mengikat penutur pada kebenaran proposisi yang diungkapkan, misalnya menyatakan (stating), menyarankan (suggesting), membual (boasting), mengeluh (complaining), dan mengklaim (claiming).
2.      Direktif (Directives),
Direktif merupaka bentuk tuturan yang dimaksudkan penuturannya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan tindakan, misalnya, memesan (orderin), memerintah (commanding), memohon (requesting), menasehati (advising), dan merekomendasi (recommending).
3.      Ekspresif (Expressives)
Ekspresif merupakan bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan, misalnya berterima kasih (thanking), memberi selamat (congratulating), meminta maaf (pardoning), menyalahkan (blambing), memuji (praising), berbelasungkawa (condoling).
4.      Komisif (Commissives),
Komisif merupakan bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran, misalnya berjanji (promising), bersumpah (vowing), dan menawarkan sesuatu (offering)
5.      Deklarasi (Declarations),
Deklarasi merupakan bentuk tuturan yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataan, misalnya berpasrah (resigning), memecat (dismissing), menbaptis (chistening), memberi nama (naming), mengangkat (appointing), mengucilkan (excommicating), dan menghukum (sentencing).
Table berikut merangkum subjenis tindak ilokusi diatas.

Teori tindak tutur Austin merupakan teori tindak tutur yang berdasarkan pembicara, dimana fokus perhatiannya adalah pada bagaimana penutur mewujudkan maksud (intention) dalam berbicara, sebaliknya Searle melihat tindak tutur berdasarkan pendengar, yaitu bagaimana pendengar merespons ujaran tersebut, yaitu bagaimana ia mengira-ngira tujuan penggunaan penutur menggunakan ujaran tertentu (Wardhaugh, 2006). Jadi, Searle berusaha melihat bagaimana nilai ilokusi itu ditangkap dan dipahami pendengar.

Penutup
1.      Berdasarkan ulasan yang telah dikemukakan dapat disimpulkan bahwa tindak  pertama kali di kenalkan oleh Austin (1911-1960) dalam bukunya yang berjudul How to Do Things with Words (1965). Lebih jauh Austin mengemukakan saat bertutur orang tidak hanya bertutur namun juga melakukan suatu tindakan. Ada tiga jenis tindakan yang dapat dilakukan melalui tuturan, yaitu (1) tindak lokusi (locutionary act), yakni tuturan yang menyatakan sesuatu, yang terdiri dari phonic act, phatic act dan rhetic acts; (2) tindak ilokusi (illocutionary act), yakni tuturan yang menyatakan sekaligus melakukan suatu tindakan yang terdiri dari verdictives, excersiviies, commissives, behavitives, dan expositives; dan (3) tindak perlokusi (perlocutionary act), adalah tuturan yang mempunyai daya pengaruh terhadap petutur untuk melakukan sesuatu. Murid Austin, Searle (1965) mengkaji tindak tutur dan mengklasifikasikan tindak tutur menjadi utterance act dan prepositional act (sebagai lokusi), tindak ilokusi yang terbagi menjadi menjadi lima kelompok, yaitu asertif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi dan tindak perlokusi.

Daftar Pustaka
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie. (2010). Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
Malmkjer, K. (2006). The Linguistics Encyclopedia. London: Routledge
Rahardi, Kunjana. (2005). Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Sumarsono dan Paina Partana. (2004). Sosiolinguistik.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wardhaugh, Ronald. (2006). An Intrduction To Sociolinguistics. Oxford: Blackwell Publishing.

1 komentar:

  1. tindak tutur itu masuk wilayah pragmatik mbak, bukan sosiolinguistik...
    Salam

    BalasHapus