Selasa, 30 April 2013

Variasi Sosial Pengguna Bahasa



Variasi Sosial Pengguna Bahasa
oleh Diana Mayasari_12706251068
Pengantar
Masyarakat yang ada di sekitar kita bukan masyarakat yang homogen. Hal ini dapat dilihat dari gender, pendidikan, status sosial, kelas sosial, umur, pekerjaan, agama dan pranata sosial sehingga muncullah variasi bahasa. Sebagai contoh bahasa yang digunakan oleh dosen, guru, kyai dan berbagai profesi lainnya tentu berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh tukang becak, penjual bakso, penjual dipasar. Bahasa yang digunakan oleh mahasiswa tentu berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh buruh pabrik sepatu yang rata-rata pendidikannya berkahir pada jenjang SMP atau SMA. Berikut akan dipaparkan berbagai variasi sosial pengguna bahasa berdasarkan status sosial, gender dan usia.
Variasi Sosial Berdasarkan Status Sosial
Istilah Status sosial tidak lepas dari kelas sosial sebagai istilah yang memiliki kemiripan, namun dalam realitanya keduanya memiliki perbedaan. Sumarsono (2007: 43-44) mengemukakan bahwa kelas sosial mengarah pada golongan masyarakat yang memiliki kesamaan pada aspek-aspek tertentu, seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta dan sebagainya. Pada status sosial harus dibedakan antara kasta dan kelas sosial, yakni kasta bersifat tertutup, artinya masing-masing kasta tidak bebas atau seenaknya masuk ke kasta yang lainnya sedangkan kelas sosial bersifat terbuka, yakni memungkinkan adanya mobilitas sosial atau proses berpindah dari kelas sosial yang satu ke kelas sosial yang lain.
Penelitian mengenai kelas sosial dilakukan oleh Labov yang menghasilkan bahwa seorang individu dari kelas tertentu, umur tertentu, jenis kelamin tertentu akan menggunakan variasi bentuk bahasa tertentu pula, sehingga dengan hasil penelitian ini kita dapat membuat korelasi antara ciri-ciri kebahasaan dan kelas sosial (Milroy dan Milroy 1998: 38). Lepas dari penelitian tersebeut Labov juga berhipotesis bahwa penutur memiliki frekuensi tingkat penggunaan prestige sebuah bahasa berdasarkan latar belakang kelas sosial dan hipotesis ini dibenarkan oleh Brown dan Attardo (2003: 103) bahwa kelas sosial memiliki dampak pada penggunaan bentuk-bentuk prestige suatu bahasa. Akibat munculnya kelas sosial dalam pengguna bahasa maka muncullah istilah akrolek, basilek, mesolek, pidgin dan kreol.


1.      Akrolek
Akrolek mengarah pada bahasa Inggris yang digunakan orang Guyana yang terpelajar, yakni sebuah bahasa Inggris yang memiliki sedikit perbedaan dengan variasi-variasi bahasa Inggris  standar.
2.      Basilek
Basilek merujuk pada variasi yang sedikit dapat dipahami oleh orang yang berbicara bahasa Inggris standar dan mungkin bahkan tidak dapat dipahami oleh pengguna bahasa Inggris pada umumnya.
3.      Mesolek
Mesolek diartikan sebagai variasi intermediet yang memiliki karakteristik penting yaitu mengkombinasikan basilek dan akrolek untuk mengisi jarak antara akrolek dan basilek.
4.      Pidgin
Sebagai salah satu bahasa yang dihasilkan dari kontak bahasa dan merupakan bahasa lingua franca. Pidgin merupakan bahasa yang muncul sebagai bentuk interaksi antara dua penutur yang memiliki bahasa yang berbeda sehingga harus menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh keduanya untuk berkomunikasi (Brown dan Atttardo, 2000: 114).
5.      Kreol
Bahasa kreol berasalal dari bahasa pidgin, yakni kertika pidgin digunakan secara terus menerus dan memiliki kemanafaatan dan memiliki penutur asli baik itu sebagai lingua franca maupun telah menetap di suatu masyarakat seperti bahasa africanos yang ada di Australia yakni dari proses pidginasi bahasa Inggris dan bahasa Belanda (Brown dan Attardo, 2003: 117)
Variasi Sosial Berdasarkan Gender
Variasi bahasa berdasarkan gender berhubungan dnegan cara masyarakat untuk berkomunikasi. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa antara laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan ketika menggunakan bahasa, baik itu dilihat dari segi kemandirian, cara bersosialisasi, cara berelasi dalam jaringan sosial, bentuk sensitivitas yang dimiliki perempuan,dan adanya pengalaman hidup yang mengajari berbicara secara linguistik (Wardhaugh, 2006: 326-328). Sedangkan Sumarsono (2007: 113) menyatakan bahawa variasi sosial berdasarkan jenis kelamin timbul karena adanya gejala sosial yang memiliki kaitan dengan sikap sosial.  Namun berbagai pendapat adanya perbedaan bahasa antargender saat ini telah mengalami perubahan karena dengan berkembangannya zaman sangat sulit sekali membedakan dana bahkan memang sengaja tidak dibedakan anatar laki-laki dan perempuan. Dalam artian mereka memiliki posisi yang sejajar
Variasi sosial berdasarkan usia
Pengguna bahasa berdasarkan usia diklasifikasikan berdasarkan tiga kelompok, yakni kelompok kanak-kanak, kelompok remaja, dan kelompok dewasa.
1.      Kelompok anak-anak
Pada masa anak-anak terkenal dengan masa golden age, yakni masa anak sangat peka terhadap aspek motorik, intelektual, sosial, emosi maupun bahasa. Masa ini dimulai pada usia 18 bulan sampai akhir masa lateralisasi. Komponen bahasa anak pada tahap ini meliputi komponen fonologi, sintaksis, dan semantik. Komponen fonologi merupakan satuan trekecil dari bunyi bahasa serperti anak mulai belajar huruf-huruf bilabial dan huruf-huruf yang lebih mudah diucapkan sesuai dengan perkembangan alat wicaranya. Selanjutnya pada tahap sintaksis setiap anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda seperti dalam mengucapkan satu kata namun sudah bisa berarti satu kalimat seperti dalam mengucapkan kata maem, mungkin yang ingin disampaikan adalah ma aku ingin maem, atau ma aku lapar, ma ambilkan maem aku mau makan dan lain sebagainya. Fitur semantik berkaitan dengan arti suatu kata yang ingin disampaikan oleh anak. Misalnya, ketika anak mengucapkan ma, nen-nen ini yang sering diucapkan keponakan saya dan itu memerikan arti bahwa dia ingin naik  motor yang dia sebut nen-nen.
2.      Kelompok remaja
Bahasa remaja merupakan bahasa yang sangat variatif karena pada tahap ini penutur memperkaya kosakata dengan adanya pengaruh dari bahasa-bahasa yang disekitarnya, kemudian muncullah bahasa prokem, slang, jargon, bahasa gang-gang tertentu, dan muncul bahasa gaul, bahasa alay dan lain sebagainya.
3.      Kelompok dewasa
Pada kelompok ini penutur sudah mampu bepikir secara demokratis, bijaksana, dan bertanggung jawab. Usia yang matang menyebabkan penutur akan lebih menunjukkan ciri bahasanya, jika pergaulannya atau lingkungan sekitarnya berenergi positif maka bahasa yang ia gunakan adalah baik begitu juga sebaliknya. Kelompok dewasa merupakan tahap yang sudah mampu menunjukkan karakter dengan tegas tidak seperti pada usia remaja.
Variasi sosial berdasarkan pendidikan
Chaer dan Agustina (2010: 65) mengemukaan perbedaan pendidikan penutur akan memperlihatkan variasi bahasa terkait, seperti isi, kosakata, pelafalan, morfologi dan sintaksis yang berbeda. Sedangkan Sumarsono (2011: 53 ) mengungkapkan bahwa perbedaan yang menonjol pada variasi bahasa berkaitan dengan pendidikan adalah adanya kode terperinci dan kode terbatas. Kode terperinci digunakan dalam situasi formal dan memiliki ciri-ciri ragam bahasa yang tinggi, bermutu, menggunakan bahasa asing dengan baik dan bahasa yang tersusun baik secara gramatikal, sedangkan kode terbatas digunakan dalam situasi nonformal dan terikat dengan konteks.
Variasi sosial berdasarkan pekerjaan
Masing-masing penutur yang memiliki pekerjaan yang berbeda juga memiliki register yang berbeda. Wardhaugh (2006) memberikan definisi sebagai satu perangkat language items yang memiliki hubungan khusus dengan kelompok sosial atau pekerjaan tertentu. Selain itu Ferguson (1994; Wardhaugh, 2006) menyatakan bahwa orang-orang yang berada dalam situasi komunikasi yang terus berulang-ulang cenderung mengembangkan kosakata, intonasi, karakteristik sintaksis dan fonologi yang serupa. Kemudian variasi-variasi ini disebut dengan rigister. Realitas ini bisa dilihat dari variasi bahasa yang digunakan oleh guru atau dosen pasti akan berbeda dari yang digunakan para dokter atau montir. Kata operasi bagi dokter dan bagi polisi juga memiliki makna yang berbeda.
Variasi Bahasa Berdasarkan Religi Agama
Sejarah masuknya agama sebagai variasi bahasa dimulai oleh Hugen dan fishman, William Stewart dan Charles Ferguson. Stewart (1968: 541; Darquennes dan Vandenbussche, 2011) menyusun daftar fungsi bahasa religius sebagai salah satu dari 10 fungsi bahasa. Salah satu karya yang menjadi kerangka hubungan bahasa dan agama adalah Concise Encyclopedia Of Language And Religius (Darquennes dan Vardenbussche, 2011) yang diedit oleh swayer dan simpson yang terdiri dari 6 bagian pokok sebagai berikut.
1.      Bahasa dalam konteks agama tertentu
2.      Tulisan dan terjemahan yang disakralkan
3.      Bahasa dan naskah religius
4.      Penggunaan bahasa-bahasa khusus
5.      Keyakinan tentang bahasa
6.      Agama dan penelitian bahasa.
Selian pendapat tersebut Spolsky melalui Darquennes dan Vandenbussche (2011) menyebutkan dimensi-dimenis bahasa dan agama dalam kerangka sebagai berikut.
1.      Efek bahasa terhadap bahasa
2.      Mutualitas bahasa dan agama
3.      Efek bahasa dan agama
4.      Bahasa, agama, dan literasi (daya baca).
Variasi Sosial Berdasarkan Pranata Sosial
Pranata sosial meruapakan sistem norma dalam masyarakat yang bersifat resmi untuk mengatur tingkah laku guna memenuhi kebutuhan hidup. Pandangan yang yang terkenal memiliki hubungan dengan variasi bahasa terkait pranata sosial adalah hipotesis Saphir- Whorf. Hipotesis ini menyebutkan bahwa penutur bahasa menggolong-golongkan dunia menurut batasan yang telah digariskan oleh bahasa asli yang dimilikinya. Namun, pada kenyataannya hipotesis ini tidak dapat diterima seutuhnya karena adanya beberapa faktor berikut.
1.      Lingkungan fisik
Faktor ini memiliki kaitan dengan lingkungan tempat tinggal masyarakat penutur bahasa karena lingkungan tersebut akan mempengaruhi perbendaharaan kata-kata yang digunakan. Seperti penyebutan salju bagi orang Eskimo memiliki kata atau penyebutan berbeda-beda yang berbeda dengan kosakata orang Noneskimo.
2.      Lingkungan sosial
Faktor lingkungan sosial juga mempengaruhi struktur kosakata dalam berbahasa, misalkan kata family pada orang Amerika. Kata family cenderung pada keluarga yang terdiri dari suami, istri, dan anak-anaknya. Hal ini berbeda ketika kata keluarga diucapkan di Indonesia yang berarti orang-orang yang masih memmpunyai hubungan darah dengan kita dan mencakup juga orang-orang diluar suami dan anak-anaknya.
3.      Lapisan-lapisan masyarakat dan kasta
Lapisan masyarakat ini terlihat di Bali pada kasta Sudra, Waisya, Ksatria dan Brahmana tentu masing-masing kasta tersebut menggunakan kosakata yang berbeda. Sedangkan lapisan masyarakat seperti yang terdapat di masyarakat Jawa misalnya daerah istimewa Yogyakarta. Di daerah istemawa Yogyakarta terdapat lapisan anggota keluarga keraton sebagai lapisan atas dan abdi dalem sebagai lapisan menengah serta masyarakat biasa.
4.      Nilai-nilai sosial yang berpengaruh pada bahasa masyarakat.
Nilai-nilai masyarakat ini yang dimaksud adalah perbedaan hal yang dianggap tabu. Tabu menyangkut tingkah laku yang terlarang, dianggap tidak layak dan dengan adanya pembatas itu maka diharapkan penutur menggunakan kata lain selain kata yang dianggap tabu tersebut. Misalnya kata kacang dalam bahasa Jawa akan memiliki makna yang berebeda bagi masyarakat pengguna bahasa Sunda.
Penutup
Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa variasi sosial pengguna bahasa dapat dibedakan berdasarkan status sosial dimana seseorang dapat memiliki status sosial lebih dari satu dan kelas sosial memunculkan variasi bahasa yang terdiri atas akrolek, basilek, mesolek, pidgin dan kreol. Variasi berdasarkan gender dapat dibedakan menjadi variasi yang dimunculkan laki-laki dan perempuan, variasi bahasa berdasarkan usia dibedakan menjadi anak-anak, remaja dan dewasa, variasi bahasa berdasarkan pendidikan dapat dilihat melalui kosakata tinggi dan bermutu, kalimat tersusun secara gramatikal, variasi bahasa dari segi pekerjaan berkaitan erat dengan register, variasi bahasa berdasarkan religi dapat dilihat dari kegunaan bahasa dalam agama dan variasi bahasa berdasarkan pranata sosial terkait erat dengan hipotesis Saphir-Whorf.
Daftar Pustaka
Brown, S. Dan Attardo, S. 2003. Understanding Language Structure, Interaction, And Variation. An Introduction To Applied Linguistics And Sosiolinguistcs For Nonspecialists. Michigan: The University Of Michigan Press.
Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahsa. Surabaya: Airlangga University Press.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie.2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta
Darquennes, Jeroen and Vandenbussche, Wim. Language And Religion As A Sosiolinguistic Field Of A Study: Some Introductory Notes. Sociolinguistics, International Yearbook Of European Sociolinguististics. 2012.
Milroy, J, & Milroy, L . 1998. The Hanbook Of Sociolinguistics. Ed. Florian Columas. Blacwell Reference Online.
Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta; Sabda dan Pustaka Pelajar.
--------------. 2011. Sosiolinguistik. Yogyakarta; Sabda dan Pustaka Pelajar.
Wardhaugh, Ronald. 2006. An introduction to sociolinguistics. New York: Basil Blackwell Inc.