Alih Kode dan Campur Kode dalam Kajian Sosiolinguistik
Oleh Diana Mayasari_12706251068
Oleh Diana Mayasari_12706251068
Pengantar
Masyarakat
multilingual memungkinkan adanya kontak bahasa dari masing-masing bahasa
tersebut. Adanya kontak bahasa mengakibatkan munculnya pidgin, kreol, bilingualisme, diglosia, alih kode,
campur kode, interferensi, integrasi, konvergensi, dan pergeseran bahasa. Pada ulasan ini akan dibahas mengenai apa alih kode dan campur kode, apa saja jenis-jenis alih kode, persamaan dan perbedaan
alih kode dan campur kode, dan faktor-faktor penyebab terjadiya alih kode dan campur kode.
Alih Kode
Alih kode atau code switching adalah peristiwa
peralihan dari satu kode ke kode yang lain dalam suatu peristiwa tutur.
Misalnya penutur menggunakan bahasa Indonesia beralih menggunakan bahasa
daerah. Alih kode merupakan salah satu aspek
ketergantungan bahasa (language dependency)
dalam masyarakat multilingual dimana masing-masing bahasa masih cenderung
mendukung fungsi masing-masing dan
masing-masing fungsi sesuai dengan konteksnya.
Apple (1976:79
melalui Chaer dan Agustina,2010:
107-108)
mendefinisikan alih kode itu sebagai gejala peralihan pemakaian bahasa karena
berubah situasi. Berbeda dengan Apple yang menyatakan alih kode itu
antarbahasa, maka Hymes (1875) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi
antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antar ragam-ragam atau gaya-gaya yang
terdapat dalam suatu bahasa..
Dengan demikian, alih kode merupakan gejala peralihan
pemakaian bahasa, ragam dan gaya
karena perubahan peran dan situasi dalam tuturan.
Jenis-jenis
Alih Kode
Alih
Kode Metaforis
Alih kode
metaforis yaitu alih kode yang terjadi jika ada pergantian topik. Sebagai
contoh A
dan B adalah teman kuliah, awalnya mereka menggunakan ragam
bahasa Indonesia resmi dalm diskusi
di perkuliahan, setelah diskusi selesai, mereka kemudian menganti topik
pembicaraan mengenai kos karena
kebetulan mereka teman satu kos. Pergantian topik ini juga mempengaruhi pergantian
bahasa yang mereka lakukan dengan menggunakan bahasa daerah. Kebetulan A dan B tinggal di daerah yang sama dan dapat
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa daerah tersebut. Pada contoh ini terjadi perubahan topik dari urusan
perkuliahan berubah menjadi masalah kos sehingga termasuk alih kode metaforis (Spolsky, 1998: 50).
Selain alih kode
metaforis Suwito dalam Chaer dan
Agustina (2010:114)
juga membagi alih kode menjadi dua jenis yaitu, alih kode intern dan alih kode
ekstern. Alih kode intern yaitu alih kode yang
berlangsung antarbahasa sendiri, seperti dari bahasa Indonesia ke bahasa Jawa,
atau sebaliknya. Sedangkan alih
kode ekstern yaitu alih kode yang terjadi antara bahasa (salah satu bahasa atau
ragam yang ada dalam verbal repertoir masyarakat tuturnya) dengan bahasa
asing.Contohnya bahasa Indonesia ke bahasa Jepang, atau sebaliknya.
Campur Kode
Thelender (1976:
103 melalui Chaer dan Agustina, 115: 2010) menjelaskan mengenai alih kode dan
campur kode. Bila dalam suatu peristiwa tutur terjadi peralihan dari satu
klausa suatu bahasa ke klausa bahasa lain, maka peristiwa yang terjadi adalah
alih kode. Tetapi apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun
frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran (hybrid clauses, hybrid phrases), dan
masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung fungsi
sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah campur kode bukan alih
kode. Spolsky (1998: 49) menyebutkan
bahwa campur kode ini terjadi pada para imigran yang sering menggunakan banyak
kata dari bahasa baru mereka dengan menggunakan bahasa lama mereka. Hal ini dikarenakan
banyak orang yang mengerti ketika mereka menggunakan dua bahasa tersebut. Hal
ini dapat dilihat pada bahasa Inggris Jamaika dan bahasa Inggris New Zealand para
pengguna bahasa tersebut menambahkan leksikon
lokal sebagai fitur mereka yang paling jelas.
Persamaan
dan Perbedaan Alih Kode dan Campur Kode
Persamaan alih
kode dan campur kode adalah kedua peristiwa ini lazim terjadi dalam masyarakat
multilingual dalam menggunakan dua bahasa atau lebih (Chaer dan Agustina, 2010: 114). Namun terdapat perbedaan yang cukup
nyata, yaitu alih kode terjadi pada masing-masing bahasa yang digunakan dan
masih memiliki otonomi masing-masing, dilakukan dengan sadar, dan disengaja,
karena sebab-sebab tertentu. Campur
kode adalah sebuah kode utama atau kode dasar yang digunakan memiliki fungsi
dan otonomi, sedangkan kode yang lain yang terlibat dalam penggunaan bahasa
tersebut hanyalah berupa serpihan (pieces) saja atau hanya berupa klausa saja,
tanpa fungsi dan otonomi sebagai sebuah kode.
Jika dalam alih
kode digunakan dua bahasa otonom secara bergantian maka dalam campur kode sebuah
unsur bahasa lain hanya menyisip atau disisipkan pada sebuah bahasa yang
menjadi kode utama atau kode dasar. Sebagai contoh penutur menggunakan bahasa
dalam peristiwa tutur menyisipkan unsur bahasa Jawa, sehingga tercipta bahasa
Indonesia kejawa-jawaan atau dalam sebuah ceramah agama, pembicara menyisipkan
unsur-unsur bahasa Arab yang memang tidak ada padanannya yang tepat dalam
bahasa Indonesia.
Dengan kata
lain, dalam campur kode, elemen yang diambil itu milik sistem yang berbeda.
Motivasinya adalah motivasi linguistik dan hasrat untuk
menjelaskan/interpretasi semata; tidak didorong/tidak dipengaruhi oleh faktor
situasional. Sedangkan alih
kode lebih banyak berkaitan dengan aspek situasional.
Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Alih Kode dan Campur Kode
Tuturan yang kita lakukan tidak lepas dari apa yang
diungkapkan Fishman (Chaer dan Agustina, 2010:108) yang berkaitan erat dengan
siap berbicara, dengan bhaasa apa, kepada siapa, kapan, dan dengan tujuan apa.
Berdasarkan aspek tersebut penutur melakukan alih kode dan campur kode
dipengaruhi oleh faktor (1) penutur, (2) mitra
Tutur, (3) perubahan situasi dengan
hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal, (5) perubahan
topik pembicaraan, (6) Topik/ Pokok Pembicaraan
Selain itu penyebab te rjadinya alih kode dan campur kode
berdasarkan komponen tutur Hymes yaitu SPEAKING sebagai berikut.
S = Situasi
(act situation), mencakup latar dan suasana
P = Partisipant,
mencakup penutur, pengirim, pendengar, dan penerima.
E = End (tujuan), mencakup bentuk pesan dan isi
pesan.
A = Act
Sequence (urutan tindak), mencakup bentuk pesan dan isi pesan
K = Key
( kunci)
I = Instrumentalities
(peranti, perabotan), mencakup saluran dan bentuk
tutur.
N = Norms
(norma), mencakup norma interaksi dan norma interpretasi
G = Genre
(Sumarsono dan Partana, 2004: 325)
Faktor-faktor terjadinya alih kode dan campur kode sebagai berikut
berikut.
a.
Penutur
b.
Mitra
tutur
c.
Hadirnya
penutur ketiga.
d.
Tempat
tinggal dan waktu tuturan berlangsung
e.
Modus
tuturan
f.
Topik
tuturan
Fungsi
dan Tujuan Penggunaan Alih Kode dan Campur Kode
Dalam
kegiatan komunikasi pada masyarakat
multilingual alih kode dan campur kode
pada umumnya dilakukan antara lain untuk tujuan-tujuan berikut.
a.
Mengakrabkan suasana
b.
Menghormati lawan bicara
c.
Meyakinkan topik pembicaraan
d.
Untuk membangkitkan rasa humor
e. Untuk sekadar bergaya atau bergengsi
Penutup
Kontak
yang intensif antara dua bahasa atau lebih di dalam situasi yang
bilingual/multilingual seperti dalam masyarakat Indonesia cenderung
mengakibatkan timbulnya gejala alih kode (code-switching)
dan campur kode (code-mixing). Alih
kode (code switching) adalah peristiwa peralihan dari satu kode ke kode yang lain
dalam suatu peristiwa tutur
sedangkan campur
kode (code-mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa
secara dominan mendukung suatu tuturan disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Dalam
suatu peristiwa tutur, alih kode dan campur kode terjadi karena beberapa faktor
yaitu (1) penutur dan pribadi penutur, (2) mitra penutur, (3) hadirnya penutur
ketiga, (4) tempat dan waktu tuturan berlangsung, (5) modus pembicaraan, dan
(6) topik pembicaraan. Alih kode dan campur kode memiliki fungsi terkait dengan
tujuan berkomunikasi antara lain untuk (1) mengakrabkan suasana, (2)
menghormati lawan bicara, (3) meyakinkan topik pembicaraan, (4) menyajikan
humor untuk menghibur, dan (5) menimbulkan gaya atau gengsi penutur.
DAFTAR PUSTAKA
Chaer,
Abdul dan Leonie Agustina.2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal.
Jakarta:Rineka Cipta.
Spolsky,
Bernard. 1998. Sociolinguistics.
Oxford: Oxford University Press.
Sumarsono dan
Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik.
Yogyakarta : Sabda
Tidak ada komentar:
Posting Komentar