HAKIKAT
SOSIOLINGUISTIKoleh Diana
Mayasari - 12706251068
Pengantar
Manusia dalam kehidupan sehari-hari menggunakan komunikasi verbal dan
nonverbal untuk memenuhi melaksanakan kehidupan yang selaras dengan manusia yang
lainnya. pada komunikasi verbal manusia dapat menggunakan bahasa lisan yang
diucapkan melalui artikulator, sedangkan vbahasa nonverbal dapat dilakukan
melalui mimik dan gesture. Manusia
merupakan makhluk hidup yang heterogen di dalamnya ada berbagai bahasa, budaya
dan suku serta kelas. Berdasarkan hal tersebut maka mereka juga mempunyai
beragam bahasa sebagai wujud dari latar belakang budaya dan lingkungan
masyarakat yang berbeda atau bisa juga disebabkan oleh kelas sosial yang
berbeda. Keanekaragaman bahasa yang dipengaruhi oleh masyarakat sebagai penutur
bahasa merupakan fenomena yang akan dikaji oleh salah satu cabang linguistik
yang dikenal dengan sosiolinguistik.
Apa itu
sosiolinguistik?
Banyak ahli yang menyebutkan apa arti dari sosiolinguistik. dari
etimologi sosiolinguistik berasal dari dua kata sosio dan linguistik. Sosio
berasal dari sosiologi, yakni ilmu yang menelaah bidang sosial yang mengkaji
bagaimana masyarakat itu terbentuk, bagaimana manusia beradaptasi,
bersosialisasi, dan bagaiamana menyelesaikan berbagai masalah yang timbul dalam
masyarakat, sedangkan linguistik diartikan sebagai ilmu bahasa atau kajian yang
mengenai bahasa sebagai sasaran utamanya. Penjelasan lain menyebutkan sosio
adalah masyarakat dan linguistik mengenai kajian bahasa. Sehingga
sosiolinguistik tersebut lahir untuk menjawab berbagai fenomena sosial dan
bahasa (Chaer dan Agustina, 2010: 2).
Spolsky (2008: 3) mengartikan sosiolinguistik sebagai ranah kajian
diantara bahasa dan masyarakat sosial, diantara pengguna bahasa dan struktur
sosial dimana penggunaa bahasa itu
hidup. Trugill menyatakan bahwa sosiolinguistik adalah bagian dari linguistik
yang berkaiatan dengan bahasa sebagai gejala sosial dan gejala kebudayaan.
Implikasi dari pengertian ini menyatakan bahwa bahasa bukan hanya dianggap
sebagi gejala sosial melainkan juga gejala kebudayaan (Sumarsono dan Partana,
2004: 3-4). Hal ini dikarenakan disamping masyarakat memiliki bahasa juga tak
lepasdari budaya yang diciptakannya. Dengan demikian, sosiolinguistik adalah
cabang ilmu bahasa yang mengkaji tiga aspek, yakni bahasa, masyarakat, dan
bahasa yang dipengaruhi oleh masyarakat yang tidak terlepas dari budaya dan
nilai-nilai kemasyarakatan.
Bagaimanakah hubungan
sosiolinguistik dengan cabang ilmu lain?
a. Sosiolinguistik dengan
Linguistik Umum
Sosiolinguistik merupakan ilmu yang mengkaji linguistik yang dihubungkan
dengan faktor sosiologi. Dengan demikian, sosiolinguistik tidak meninggalkan
linguistik. Apa yang dikaji dalam linguistik dijadikan dasar bagi
sosiolinguistik untuk menunjukkan perbedaan penggunaan bahasa yang dikaitkan
dengan faktor sosial. Apa yang dikaji dalam linguistik, meliputi apa yang
ditelaah De Saussure, kaum Bloomfieldien (Bloomfield, Charles Fries, dan Hocket)
serta kaum Neo Bloomfieldien dengan deep
structure dan surface
structurenya, dipandang oleh sosiolinguis sebagai bentuk bahasa dasar yang
ketika dikaitkan dengan pemakai dan pemakaian bahasa akan mengalami perubahan
dan perbedaan.
Kajian mengenai fonologi, morfologi, struktur kalimat, dan semantik
leksikal dalam linguistik dipakai oleh sosiolinguistik untuk mengungkap struktur bahasa yang digunakan oleh
tiap-tiap kelompok tutur sesuai dengan
konteksnya. Karenanya, tidaklah mungkin seorang sosiolinguis dapat mengkaji
bahasa dengan tanpa dilandasi pengetahuan mengenai linguistik murni itu.
Sosiolinguistik mengkaji wujud bahasa
yang beragam karena dipengaruhi oleh faktor di luar bahasa (sosial), yang dengan
demikian makna sebuah tuturan juga ditentukan oleh faktor di luar bahasa. Untuk
dapat mengungkap wujud dan makna bahasa
sangat diperlukan pengetahuan tentang linguistik murni (struktur bahasa), supaya
kajian yang di lakukan dengan dasar sosiolinguistik tidak meninggalkan objek
bahasa itu sendiri (Sumarsono dan Partana, 2004: 7-9).
b. Sosiolinguistik dengan
Dialektologi
Dialektologi merupakan
ilmu yang mempelajari variasi bahasa atau berbagai dialek bahasa yang tersebar
di berbagai wilayah dengan tujuan mencari hubungan kekerabatan. Dialektologi memeiliki persamaan dengan sosiolinguistik. hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sumarsono dan Partana (2004: 9-11) bahwa
persamaan tersebut terletak pada penggunaan metode dalam penelitian keduanya
sama-sama menggunakan metode komparatif. Sedangkan segi perbedannya,
sosiolinguitik menelaah tentang pergeseran bahasa, variasi bahasa, dengan
menitikberatkan pada batas-batas kemasyarakatan (usia, jenis kelamin, status
sosial, lapisan sosial dan sebagainya) bukan atas dasar batas-batas regional,
objek dialektologi yang menelaah asal muasal bahasa atau hanya berfokus pada
dialek regional yang didasarkan atas batas-batas wilayah alam.
c. Sosiolinguistik dengan
Retorika
Retorika diartikan
sebagai kajian tentang tutur terpilih (slected speech), seperti gaya bahasa (style). Dalam hal ini kaitan antara
sosiolinguistik dan retorika penutur dalam memilih style tidak hanya dilihat dari apa yang
ingin dikatakan atau bentuk – bentuk bahasa yang ingin dikeluarkan (seperti yang
dikaji retorika) tapi juga dengan siapa ia akan bertutur pada situasi apa serta
atau harus memperhatikan konteks pertuturan. Selain itu kesejajaran diantara
keduanya adalah variasi bahasa sebagai objek studi keduanya. Namun, pada dimensi
sosiolinguistik tidak hanya mengkaji bentuk-bentuk bahasa yang terpilih saja
namun dikaitkan dengan faktor yang menyebabkan munculnya bentuk bahasa tersebut.
Hal ini bisa dikaitkan dengan komponen tutur yang disampaikan oleh Hymes dalam
akronim SPEAKING
d. Sosiolinguistik dengan
Psikologi
Hubungan Sosiolinguistik dengan Psikologi Pada masa Chomsky, linguistik
mulai dikaitkan dengan psikologi dan dipandang sebagai ilmu yang tidak
independen. Lebih jauh Chomsky mengatakan (1974) bahwa linguistik bukanlah ilmu yang berdiri sendiri. Linguistik merupakan bagian dari
psikologi dalam cara berpikir manusia. Chomsky melihat bahasa sebagai dua unsur
yang bersatu, yakni competence dan performance. Competence merupakan unsur dalam bahasa
(deep structure) dan menempatkan
bahasa dari segi kejiwaan penutur, sedangkan competence merupakan unsur yang terlihat
dari parole (Brown, 2007: 12 ).
Dengan demikian, Chomsky memandang bahwa bahasa bukanlah gejala tunggal, namun
dipengaruhi oleh faktor kejiwaan penuturnya.
Apa yang dikemukakan Chomsky
tentang struktur dalam dan struktur luar digunakan oleh sosiolinguistik sebagai
pedoman bahwa tuturan yang nampak sebenarnya hanyalah perwujudan dari segi
kejiwaan penuturnya. Lebih lanjut sosiolinguistik membuka diri untuk menelaah
perbedaan bentuk tuturan itu. Kaitan antara competence dan performance terlihat dari penggunaan
bahasa penutur. Orang dikatakan mempunyai kompetensi dan performansi yang baik
apabila dapat menggunakan berbagai variasi bahasa sesuai dengan situasi. Orang
yang berperformansi baik tentulah memiliki kompetensi yang baik, dan
memungkinkan penggunaan kode luas (elaborated code). Sebaliknya, orang yang
kompetensinya rendah, akan muncul kode terbatas (restricted code).
Dalam psikologi perkembangan terdapat fase perkembangan. mulai menangis
(tangis bertujuan: lapar, dingin, takut), tengkurap, duduk, merangkak, dan
berjalan. Kesemuanya diikuti atau sejalan dengan perkembangan kebahasaannya
(Mackey (1965) melalui Iskandarwassid dan Sunendar (2010:
85). Dalam sosiolinguistik, hal ini diadopsi sebagai variasi bahasa dilihat
dari segi usia penutur, (orang mempelajari bahasa sesuai dengan tingkat
perkembangannya). Karenanya dikenal juga variasi bahasa remaja dan manula. Dari
sudut psikologi, laki-laki memiliki kejiwaan yang secara umum berbeda dengan
wanita. Karenanya, apa yang mereka tuturkan juga tidak sama. Sosiolinguistik
mentransfer konsep ini, sehingga muncullah istilah variasi bahasa berdasarkan
genus atau jenis kelamin (Bahasa dan Jenis Kelamin, Sumarsono dan Partana, 2004:
97-130).
e. Sosiolinguistik dengan
sosiologi
Sumarsono dan Partana
(2004: 5-7) mengemukkan persamaan sosiolingguistik dengan sosiologi sebagai
berikut.
1. Sosiolinguistik
memerlukan data atau subjek lebih dari satu orang individu.
2. Menggunakan metode
kuantitaif dengan teknik sampling random atau acak
3. Menggunakan metode
wawancara, rekaman, dan pengumpulan dokumen
4. Pengolahan data
menggunakan metode deskriptif.
5. Keduanya memiliki
hubungan simbiosis mutualisme (timbal balik) sebagai berikut.
a. Data sosiolinguistik
yang memberikan ciri-ciri kehidupan sosial, menjadi barometer untuk
sosiologi.
b. Aspek sikap berbahasa
mempengaruhi budaya material dan spiritual suatu Masyarakat.
c. Bahasa yang diteliti secara sosiolinguistik
adalah alat utama dari perkembanagan penegetahuan mengenai sosiologi.
Dengan kata lain,
sosiolinguistik membantu sosiologi dalam mengklasifikasi strata sosial, seperti
yang ditunjukkan oleh Labov dalam penelitiannya mengenai tuturan [r] dalam
masyarakat Amerika dalam tingkat sosial yang berbeda.
f. Sosiolinguistik dengan
Antropologi
Antropologi merupakan
kajian mengenai masyarakat, seperti asal usul budaya, adat istiadat, dan
kepercayaan. Antropologi memandang bahwa budaya yang dimiliki masyarakat
memiliki kaitan dengan bahasa. Jika kita menengok linguistik bandingan historis yang di dalamnya mengkaji asal usul bahasa menyebutkan bahwa
suatu daerah yang mempunyai persamaan bahasa pasti memiliki kesamaan budaya atau
terletak dalam daerah yang tidak saling berjauhan. Misalnya antara Indonesia
dengan Malaysia yang mempunyai bahasa yang sama, yakni bahasa melayu
austronesia.
Sosiolinguistik mengkaji
ulang apa yang ditemukan oleh antropologi adanya kaitan antara budaya dan
bahasa. Sehingga muncullah berbagai pandangan yang juga mempengaruhi penggunaan
bahasa seperti hipotesis Saphir-Whorf. Kemudian melalui budaya yang dikaji oleh
antropologi akan diketahui sistem kekerabatan yang kemudian diambil alih oleh
sosiolinguistik dalam kaitannya dengan terms of addres atau kata sapaan. Selain
itu, antropologi juga memberikan pengetahuan yang cukup bagaimana seorang
penutur dari daerah lain berkomunikasi dengan warga yang berasal dari daerah
yang berbeda. Hal tersebut merupakan kajian sosiolinguistik (Sumarsono dan
Partana, 2004: 13-14).
g. Sosiolinguistik dengan Pragmatik
Pragmatik merupakan
kajian penggunaan bahasa yang dihubungkan dnegan konteks, yakni topik
pembicaraan, tujuan, tempat dan sarana yang digunakan. Fakta ini digunakan oleh
sosiolinguistik dalam menelaah variasi bahasa atau ragam bahasa. Jika pragmatik
melihat tuturan dengan konteks, sosiolinguistik juga meilihat peristiwa tutur
dengan mempertimbangkan konteks namun dilihat dari sisi yang berbeda. Konteks
yang ada di dalam sosiolinguistik berkaitan dengan jenis kelamin, usia,
pendidikan, dan kelas sosial pengguna
bahasa yang nantinya akan muncul slang,
jargon dan register sedangkan
pragmatik melihat konteks dari tempat, tujuan dan penutur. Meskipun demikian,
keduanya harus memiliki dasar pengetahuan bersama “common ground” untuk memiliki pemahaman
yang sebenarnya.
Penutup
Berdasarkan pemaparan yang telah diberikan dapat disimpulkan bahwa sosiolinguistik merupakan
cabang linguistik yang mengkaji fenomena sosial berkaitan antara bahasa dan
pengguna bahasa. Selain itu sosiolinguistik juga memiliki kaitan dengan cabang
ilmu lainnya seperti sosiologi, dialektologi,
psikologi, retorika, linguistik umum, antropologi dan pragmatik serta
masih banyak hubungan dengan cabang ilmu yang lainnya yang dapat memperkaya
kajian sosiolinguistik serta dapat memperkaya ilmu pengetahuan khususnya ilmu
pengetahuan tentang bahasa.
Daftar Pustaka
Brown. Douglas. 2008: Prinsip Pembelajaran Dan
Pengajaran Bahasa Edisi Kelima. Jakarta.
Chaer, Abdul dan Agustina, Leonie.
2010. Sosiolinguistik Perkenalan
Awal. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Iskandarwassid dan Sunendar, Dadang.
2011. Strategi Pembelajaran Bahasa.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Spolsky, Bernard. 2008. Sosiolinguistics. New York: Oxford
University Press.
Sumarsono dan Partana, Paina. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar